5 Hal yang dilarang Ketika Makan di Jawa yang perlu kamu ketahui
Yogyakarta sebagai kota kaya budaya dan tradisi. kota yang terhampar di kaki Gunung Merapi, menyimpan pesona budaya dan tradisi yang tak lekang oleh waktu.
Dijuluki sebagai “Kota Pelajar” dan “Kota Budaya”, Yogyakarta menawarkan pengalaman wisata yang tak terlupakan bagi para pecinta budaya dan sejarah.
Bagi masyarakat Jogja terdapat norma atau larangan ketika makan di masyarakat jawa yang tidak tertulis namun sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat
Menelusuri Jejak Sejarah di Keraton Yogyakarta
Memasuki gerbang Keraton Yogyakarta, seolah-olah kita melangkah kembali ke masa kejayaan Kesultanan Yogyakarta.
Arsitektur keraton yang megah, taman-taman yang asri, dan koleksi benda-benda pusaka menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Yogyakarta.
Di sini, Anda dapat menyaksikan pertunjukan tari tradisional Jawa yang memukau, seperti tari Bedhaya dan tari Serimpi.
Mencicipi Kuliner Khas Yogyakarta yang Lezat
Yogyakarta terkenal dengan kulinernya yang lezat dan kaya rasa.
Gudeg, nangka muda yang dimasak dengan santan dan gula merah, adalah makanan khas Yogyakarta yang wajib dicoba.
Anda wajib mencoba datang ke Restoran dengan konsep suasana yang kental dengan budaya jogja salah satu yang terkenal adalah
The house of raminten Kota baru.
Alamat : Jl.FM.Noto No.7, Kotabaru, Yogyakarta
Instagram : House Raminten
Menjaga Tradisi Jogja: Larangan ketika makan di masyarakat jawa
Yogyakarta, kota yang kaya akan budaya dan tradisi, menyimpan pesona yang tak lekang oleh waktu.
Salah satu kekayaan budaya yang wajib dilestarikan adalah tata krama dalam menyantap hidangan.
Bagi masyarakat Jawa, terdapat beberapa larangan ketika makan di masyarakat jawa yang mencerminkan nilai-nilai luhur dan penghormatan terhadap leluhur.
Lebih dari Sekedar Aturan
Larangan ketika makan di masyarakat jawa bukan hanya tentang aturan, tetapi juga tentang penghargaan terhadap budaya dan tradisi.
Mempelajari dan menerapkan tata krama makan di Jawa adalah salah satu cara untuk melestarikan budaya yang kaya ini.
Memperkaya Tradisi
Menjaga tata krama makan di Jawa bukan hanya tentang menghormati tradisi, tetapi juga tentang menjaga nilai-nilai luhur seperti kesopanan, rasa hormat, dan penghargaan terhadap leluhur.
Menerapkan tata krama ini dalam kehidupan sehari-hari dapat memperkaya tradisi dan memperkuat rasa persatuan di masyarakat.
Warisan Budaya yang Berharga
Tata krama makan di Jawa adalah bagian dari warisan budaya yang berharga dan harus dilestarikan.
Dengan menjaga dan menerapkan tata krama ini, kita dapat memastikan bahwa tradisi dan nilai-nilai luhur budaya Jogja tetap hidup dan berkembang di masa depan.
Bersama Melestarikan Budaya Jogja
Menjaga budaya Jogja adalah tanggung jawab kita bersama.
Dengan mempelajari, menerapkan, dan melestarikan budaya ini, kita dapat menjaga warisan leluhur dan memperkaya khazanah budaya Indonesia.
Mari lestarikan budaya Jogja!
Berikut aturan ketika makan di masyarakat jawa yang masih di pegang teguh hingga saat ini :
5 Hal Larangan ketika makan di masyarakat jawa yang perlu kamu ketahui:
1. Dilarang makan depan pintu
Alasan Praktis:
- Menghalangi lalu lintas: Makan di depan pintu dapat menghalangi orang lain yang ingin masuk atau keluar rumah.
- Keamanan: Duduk di depan pintu dapat menghalangi pandangan dan membuat orang mudah tersandung. Hal ini berbahaya, terutama bagi anak-anak dan lansia.
- Kebersihan: Remah-remah makanan dan kotoran lainnya yang jatuh di depan pintu dapat mengotori area tersebut dan menarik hewan pengerat.
Alasan Budaya dan Tradisi:
- Menghormati leluhur: Menurut kepercayaan Jawa, leluhur sering melewati pintu rumah. Makan di depan pintu dianggap tidak sopan dan tidak menghormati mereka.
- Membawa sial: Ada mitos yang mengatakan bahwa makan di depan pintu dapat membawa sial, seperti kesulitan mendapatkan jodoh atau rezeki yang seret.
- Menjaga sopan santun: Makan di depan pintu dianggap tidak sopan dan menunjukkan sikap tidak menghargai orang lain.
2. Dilarang makan sambil berdiri
Alasan Budaya:
- Menghormati Leluhur: Tradisi makan sambil duduk di Jawa telah diwariskan turun-temurun dan dianggap sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Makan dengan posisi duduk yang sopan menunjukkan rasa terima kasih atas rezeki yang diberikan.
- Menjaga Kesopanan: Makan sambil berdiri dianggap tidak sopan dan kurang estetis. Posisi duduk dianggap lebih rapi dan menunjukkan sikap yang lebih terhormat saat menyantap hidangan.
- Menghargai Makanan: Duduk dengan tenang saat makan memungkinkan untuk fokus pada rasa dan menikmati hidangan dengan lebih baik. Makan sambil berdiri berisiko terburu-buru dan tidak menghargai makanan.
- Mempermudah Pencernaan: Posisi duduk yang tegak saat makan membantu proses pencernaan makanan. Duduk tegak membantu lambung bekerja dengan optimal dan mencegah asam lambung naik.
- Menjaga Kesehatan: Makan sambil berdiri dapat menyebabkan tersedak dan terburu-buru menelan makanan, hal tersebut menjadi salah satu Larangan ketika makan di masyarakat jawa.
Alasan Praktis:
- Mencegah Tumpahan: Duduk saat makan membantu menjaga makanan tetap di piring dan mencegah tumpah. Hal ini penting untuk menjaga kebersihan dan menghindari pemborosan makanan.
- Memudahkan Berbagi: Makan sambil duduk memungkinkan untuk berbagi makanan dengan lebih mudah dan sopan. Posisi duduk yang berdekatan memudahkan untuk menyajikan dan menerima makanan dari orang lain.
- Menjaga Kebersihan: Duduk saat makan membantu menjaga kebersihan tangan dan pakaian dari cipratan makanan. Hal ini penting untuk menjaga kesehatan dan estetika.
3. Dilarang makan sambil tidur
Alasan Kesehatan:
- Gangguan Pencernaan: Makan sambil tidur dapat mengganggu proses pencernaan karena posisi tubuh yang tidak ideal dan fokus yang terpecah. Hal ini dapat menyebabkan asam lambung naik, sakit perut, kembung, dan mual.
- Tersedak: Saat makan sambil tidur, risiko tersedak lebih tinggi karena kurangnya fokus dan koordinasi. Tersedak dapat menyebabkan gangguan pernapasan, bahkan kematian dalam kasus yang parah.
- Kebersihan: Makan sambil tidur dapat mengotorkan tempat tidur dengan remah-remah makanan dan tumpahan minuman. Hal ini dapat menjadi sumber penyakit dan kuman.
Alasan Budaya:
- Sikap Tidak Sopan: Makan sambil tidur dianggap tidak sopan dalam budaya Jawa. Hal ini menunjukkan ketidakpedulian terhadap kebersihan dan kurangnya penghargaan terhadap makanan.
- Ketidakberuntungan: Mitos Jawa kuno percaya bahwa makan sambil tidur dapat membawa sial dan ketidakberuntungan.
- Menghormati Leluhur: Tradisi makan bersama di meja makan dengan posisi duduk yang tepat merupakan cara untuk menghormati leluhur dan menjaga nilai-nilai budaya.
4. Dilarang nyisahin makanan
beberapa alasan mengapa orang Jawa dilarang menyisakan makanan:
- Sikap Bersyukur: Menyiakan makanan dianggap sebagai ketidak bersyukuran atas rezeki yang diberikan. Masyarakat Jawa percaya bahwa makanan adalah berkah dari Tuhan dan harus disyukuri dengan cara menghabiskannya.
- Menghormati Leluhur: Menurut tradisi Jawa, sisa makanan melambangkan ketidakhormatan kepada leluhur yang telah menyediakan makanan. Leluhur dipercaya selalu hadir saat makan dan harus dihormati dengan menghabiskan makanan yang telah disajikan.
- Peduli Terhadap Sesama:Menyiakan makanan berarti membuang sumber daya yang berharga. Di Jawa, masih banyak orang yang kekurangan pangan. Menyiakan makanan berarti mengabaikan kebutuhan mereka dan dianggap tidak peduli terhadap sesama.
- Menjaga Keseimbangan Alam:Memproduksi makanan membutuhkan banyak sumber daya alam, seperti air, tanah, dan energi. Menyiakan makanan berarti membuang sumber daya alam secara sia-sia dan mengganggu keseimbangan alam.
- Mengajarkan Kedisiplinan:Larangan menyisakan makanan juga bertujuan untuk mengajarkan kedisiplinan kepada anak-anak. Dengan menghabiskan makanan, mereka belajar untuk menghargai makanan dan tidak membuang-buang barang.
Lebih dari Sekedar Larangan:
Larangan ketika makan di masyarakat jawa bukan hanya tentang aturan, tetapi juga tentang menanamkan nilai-nilai luhur seperti rasa syukur, penghormatan, kepedulian, dan disiplin. Menerapkan larangan ini dalam kehidupan sehari-hari dapat membantu kita menjadi pribadi yang lebih baik dan bertanggung jawab.
5. Dilarang makan sambil ngecap
Alasan Budaya:
- Menjaga Kesopanan: Makan sambil ngecap dianggap tidak sopan dan kurang estetis dalam budaya Jawa. Hal ini menunjukkan sikap terburu-buru dan tidak menghargai makanan.
- Menghormati Leluhur: Tradisi makan di Jawa diwariskan turun-temurun dari leluhur. Menjaga tata krama makan, termasuk menghindari ngecap, merupakan bentuk penghormatan terhadap mereka.
- Menjaga Kebersihan: Ngecap dapat menyebabkan sisa makanan menempel di tangan dan mencemari makanan yang lain. Hal ini dianggap tidak higienis dan dapat menimbulkan penyakit.
Alasan Kesehatan:
- Mengganggu Pencernaan: Ngecap dapat menyebabkan udara masuk ke dalam pencernaan, yang dapat menyebabkan perut kembung dan begah.
- Tersedak: Ngecap dapat membuat seseorang tersedak, terutama saat makan makanan yang keras atau cair.
- Menyebarkan Kuman: Ngecap dapat menyebarkan kuman dan bakteri dari tangan ke makanan, terutama jika tangan tidak dicuci dengan bersih.
Baca juga : Destinasi wisata kuliner Jogja
Melestarikan Budaya Jogja:
Yogyakarta, kota yang terkenal dengan budaya dan tradisinya yang kaya, menyimpan warisan leluhur yang tak ternilai harganya.
Salah satu Melestarikan Larangan ketika makan di masyarakat jawa adalah budaya yang harus kita lestarikanhal ini bukan hanya tanggung jawab masyarakat Yogyakarta, tetapi juga seluruh bangsa Indonesia.
Upaya Melestarikan Budaya Jogja:
- Mempelajari dan memahami budaya Jogja: Kita dapat mempelajari budaya Jogja melalui berbagai sumber, seperti buku, artikel, dan pertunjukan seni.
- Menjaga tradisi dan adat istiadat: Kita dapat menjaga tradisi dan adat istiadat Jogja dengan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
- Mencintai dan menggunakan produk budaya Jogja: Kita dapat membeli dan menggunakan produk budaya Jogja, seperti batik, kerajinan tangan, dan kuliner khas Jogja.
- Mempromosikan budaya Jogja: The house of raminten ikut peran serta dalam mempromosikan budaya Jogja kepada orang lain melalui media sosial, website, dan forum online.
- Menjaga situs-situs budaya: Kita dapat menjaga situs-situs budaya Jogja dengan tidak merusak atau mengotori situs tersebut.
” Wong jowo ijo ngansi ilang jowone “